Senin, 01 Juli 2013

cerita sedekah laut desa bendar juwana pati



Sedekah Laut Desa Bendar Juwana Pati

Pada bulan syawal tepatnya seminggu setelah Idul fitri pasti akan di adakan acara sedekah Laut, yang biasanya akan diselenggarakan pada hari minggu kecuali minggu wage. Budaya ini adalah sebuah kebiasaan, traktat dan adat peninggalan jaman Hindu Budha, contoh sajen (sesaji). Saat sedekah laut warga pun membuatkan sajen untuk di larungkan ke laut.
Tahun  -1990  setiap warga yang mempunyai alat tangkap pasti membuang sajennya  masing- masing, yang berisi telur dan kembang telon yang lengkap dengan maejan. Akan tetapi acara tersebut sekarang di formalkan dengan mengadakan larung sesaji, dimana semua sajen warga akan di wakilkan menjadi satu Larung sesaji di wujudkan oleh pemerintah desa yang dikemas dalam bentuk jodang sesaji  berisi ndas kebo atau ndas wedhus (kepala kerbau atau kepala sapi) beserta 4 kakinya, kembang telon lengkap dengan maejan, serta degan yang dikrowoki (dilubangi) sedangkan dalamnya diisi dengan gula jawa.  Ada dua Jodang yang di buat, jodang pertama untuk di larungkann kelaut dan yang kedua di kirab bersama hiburan-hiburan misalnya drum band. Tanggapan (tontonan atau hiburan) yang wajib saat sedekah laut ada tiga yaitu Barongan, Ketoprak, dan lomban. Sajen yang kedua setelah di kirab, akan di jadikan batas akhir dari lomban, maksudnya adu balap perahu untuk memperebutkan entok, siapa yang paling banyak mendapatkannya maka itu pemenangnya. Bahkan kata orang lomban itu di saksikan langsung oleh Nyi Roro Kidul.
Lomban di laksanakan di sungai juwana yang di kenal sebagai Bengawan Silugonggo. Masyarakat menyebut seperti itu karena sungai Silugonggo tidak pernah kering, sebenarnya Bengawan itu memiliki larangan, yaitu tidak boleh dikilani (di ukur) dan disombongkan karena itu akan menimbulkan peristiwa yang tidak diinginkan. Contoh dulu pernah diselenggarakan lomba menyebrangi bengawan silugonggo dengan tali yang diikat dari etan sampai kulon kali (timur sampai barat sungai) dan akhirnya tali tersangkut di tiang sehingga banyak korban yang berjatuhan itu dikarenakan sudah berani ngilani bengawan tersebut. Peristiwa itu tepat pada hari minggu wage, itu alasan kenapa sedekah laut tidak boleh dilakukan pada minggu wage.
Karena tidak ada tokoh atau patokan yang jelas maka acara itu selalu berkembang, seperti halnya kirab sesaji yang terus berkembang dengan menyertakan drum band sedangkan orang yang mengikuti prosesi mengenakan pakaian adat pati.
Antusias warga sangatlah besar bahkan bukan hanya warga Desa Bendar saja, banyak warga dari desa lain berbondong-bondong ikut merayakan dan menikmati acara yang berada di Bendar. Saat terlontar pertanyaan “ jika Sedekah Laut tidak ada bagaimana pendapat kalian...?”, maka banyak warga ya ng menjawab acara itu harus ada karena itu sudah di adakan sejak zaman dahulu. Berarti dapat di simpulkan bahwa masyarakat Desa Bendar Juwana Pati mempunyai ketakutan tersendiri jika Sedekah Laut di hapus dari desa mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar